RADARSEMARANG.ID - Warga RW 3 Kelurahan Ngaliyan, Kota Semarang mencetuskan Gerakan Seribu Rupiah (GSR). Gerakan ini berawal dari kepedulian jamaah Masjid At-Taqwa terhadap kondisi ekonomi warga sekitar yang saat itu masih terdampak krisis moneter.
Misbah Zulfa Elizabeth (kanan) di Villa GSR tempat sedekah sampah, eco care, dan mendisplay produk dari sampah. (LAWINDA RAHMAWATI/JAWA POS RADAR SEMARANG) |
Banyak warga yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan membuat kondisi ekonomi mereka tak stabil. Akibatnya, mereka kesulitan membayar biaya pendidikan anak-anaknya.
Kepedulian mereka akan hal itu disalurkan melalui infak dalam berbagai bentuk, mulai dari uang, barang layak pakai, botol plastik, hingga sedekah sampah.
"Kami selalu menekankan sedekah tidak harus dalam bentuk uang, tapi bisa dengan barang-barang yang berguna dan masih layak pakai," kata Dr Hj Misbah Zulfa Elizabeth MHum, ketua Gerakan Seribu Rupiah (GSR) RW 3 Kelurahan Ngaliyan kepada Jawa Pos Radar Semarang.
Hal tersebut kemudian ditransformasikan menjadi beasiswa, dana penggerak ekonomi keluarga, bantuan biaya kuliah, dan bantuan bagi duafa.
Menurut wanita yang akrab disapa Ely ini, gerakan yang telah berjalan sejak 2007 atau hampir 16 tahun tersebut, termasuk badan otonom Yayasan Masjid At-Taqwa, Kelurahan Ngaliyan. Keanggotaannya terdiri atas orang tua, dewasa, hingga anak muda dan telah memberikan berbagai manfaat bagi warga sekitar.
Saat ini, terdapat 600 orang lebih penerima bantuan dari GSR. Mulai dari bantuan biaya sekolah, beasiswa kuliah, hingga bantuan untuk duafa yang diberikan dalam bentuk sembako. Bahkan GSR juga turut membiayai beberapa sekolah dan yayasan.
Salah satunya Panti Asuhan Kafalatul Yatama di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang yang masih menjadi penerima bantuan GSR hingga sekarang.
"Penerima beasiswa masih ada sampai saat ini, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo ada tiga mahasiswa, selain itu ada beberapa warga sekitar dan untuk anak-anak panti semuanya mendapat beasiswa GSR," ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, GSR juga memfasilitasi peminjaman modal usaha bagi warga. Hal ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk dapat menjalankan usaha rumahan yang bisa membantu meningkatkan perekonomian keluarga.
"Ibu-ibu di sini juga bisa membantu pembiayaan rumah tangga dengan membuat usaha rumahan misalnya. Kita support penuh dengan memberikan pinjaman tanpa bunga dan biaya administrasi," ujar wanita yang sehari-hari menjabat Dekan FISIP UIN Walisongo ini.
Diceritakan, saat perjuangan awal merintis gerakan ini mereka harus menemui kepala sekolah untuk mengajukan keringanan. Hingga melakukan sosialisasi kepada warga dari pintu ke pintu.
"Dulu itu kami naik motor ke mana-mana, negosiasi langsung ke kepala sekolah untuk mendapatkan keringanan biaya. Sosialisasi juga terus kami lakukan untuk warga," katanya.
Pada awalnya, proses pengenalan GSR kepada warga sekitar tak luput dari kendala. Mereka sempat menerima penolakan, bahkan beberapa warga tidak mau menerima sosialisasi.
"Ada satu RT yang setiap kami menerangkan selalu ditolak. Tapi, setelah kami data, ternyata RT itu paling banyak membutuhkan bantuan. Alhamdulillah setelah itu pelan-pelan mereka bisa menerima," katanya.
Hingga kini, GSR telah mengadakan berbagai kegiatan. Termasuk kegiatan yang berorientasi lingkungan. Seperti, pembuatan eco enzyme, ecobrick menggunakan botol minuman dan sampah plastik bekas, serta Takakura atau fermentasi sampah untuk dijadikan pupuk.
Kegiatan itu sudah berjalan selama enam tahun lebih. Mereka lakukan sebagai bentuk pemanfaatan sampah dan usaha pelestarian lingkungan.
"Kegiatan yang berorientasi lingkungan sudah kami lakukan sejak 2010. Kami membuat pupuk dengan sistem Takakura, eco enzyme, pemanfaatan sampah dengan ecobrick dan berkerja sama dengan perusahaan daur ulang. Jadi, semua sampah dan barang tak terpakai bisa bermanfaat disini," ujarnya.
Selain itu, mereka juga rutin mengadakan bazar setiap dua tahun sekali sebelum bulan Ramadan. GSR berkerja sama dengan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sekitar Semarang, dan bertempat di halaman Masjid At-Taqwa.
Dalam setiap kegiatannya, Ely kerap kali menekankan agar anggotanya selalu ikhlas dan terus konsisten untuk memberikan manfaat. Agar bisa menjadi contoh bagi lingkungan sekitar dan meniatkan semua kegiatan sebagai sedekah.
"Ikhlas adalah hal terpenting. Semoga ke depannya apa yang sudah kita mulai bisa dilanjutkan, terus berkembang dan jangan lupa untuk melakukan apa yang ada saat ini karena it's now or never," ucapnya.
Ia berpesan kepada anak muda untuk lebih meningkatkan kesadaran dan rasa kepedulian terhadap lingkungan.
"Kesadaran dan kepedulian tidak harus dengan uang ratusan juta, bisa dimulai dengan apa yang ada pada diri sendiri dengan kita membatasi minum dalam kemasan dan menggantinya dengan tumbler misalnya," tutupnya. (mg5/aro)
Artikel ini telah ditayangkan di Radar Semarang pada 6 Februari 2023.