Malam Tirakatan 1 Suro, yang juga dikenal sebagai malam tahun baru Hijriyah, memiliki makna yang sangat penting dalam budaya Jawa, terutama dalam konteks spiritual dan adat istiadat.
Tirakatan malam 1 Suro mencerminkan sinkretisme antara ajaran Islam dan kepercayaan Kejawen. Ritual-ritual yang dilakukan seringkali merupakan perpaduan antara doa-doa Islami dan adat istiadat lokal.
Secara spiritual dan filosofis, malam 1 Suro sering dijadikan waktu untuk introspeksi diri, merenung, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Banyak orang yang berpuasa dan berdoa untuk membersihkan jiwa dan mendapatkan berkah di tahun yang baru. 1 Suro dianggap sebagai waktu yang sakral dan suci. Banyak orang yang melakukan ritual untuk membersihkan diri dari dosa-dosa dan memulai hidup yang baru dengan penuh kesucian.
Di banyak daerah di Jawa, masyarakat melakukan tirakatan atau melekan semalam suntuk dengan berbagai kegiatan spiritual seperti doa bersama, tahlilan, dan dzikir. Di daerah lain, ada pula tradisi melarung sesaji ke laut atau sungai sebagai simbol penghapusan dosa dan permohonan keselamatan. Sesaji biasanya berupa makanan, bunga, dan benda-benda lainnya yang dihanyutkan.
Di Keraton Yogyakarta dan Surakarta, terdapat tradisi kirab pusaka, di mana benda-benda pusaka keraton diarak keliling sebagai simbol penghormatan dan untuk memohon berkah. Selain itu malam 1 Suro juga dirayakan dengan pentas seni tradisional seperti wayang kulit, tari-tarian, dan gamelan untuk melestarikan budaya dan seni lokal.
Banyak masyarakat di Kelurahan Ngaliyan masih nguri-uri tradisi malam Suro. Masyarakat melakukan doa bersama di malam 1 Suro atau malam Tahun Baru Hijriyah yang pada tahun ini bertepatan dengan 1 Muharram 1446 Hijriyah. Setelahnya, masyarakat bersama-sama menggelar bancakan, makan bersama sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berikut dokumentasi foto dan video kegiatan Malam 1 Suro di RW 03:
RT 01
RT 06
RT 12
Pesan Moral dan Sosial
Perayaan malam 1 Suro sering melibatkan komunitas dan keluarga, memperkuat tali silaturahmi dan kebersamaan di antara masyarakat. Ritual-ritual yang dilakukan pada malam 1 Suro misalnya doa bersama akan mendekatkan diri kepada Tuhan, mensyukuri nikmatNya, dan optimis menjalani tahun berikutnya.
Dengan berbagai kegiatan dan makna yang terkandung di dalamnya, malam Tirakatan 1 Suro bukan hanya merupakan perayaan tahun baru dalam kalender Islam, tetapi juga momen penting bagi masyarakat Jawa untuk merenung, berdoa, dan menjaga tradisi serta kebudayaan mereka.